Teori Behaviorisme
Teori belajar behaviorisme merupakan teori belajar yang telah cukup
lama dianut oleh para pendidik. Teori ini dicetuskan oleh Gage dan
Berliner yang berisi tentang perubahan tingkah laku sebagai hasil dari
pengalaman. Teori ini mengutamakan pengukuran, sebab pengukuran
merupakan suatu hal penting untuk melihat terjadi tidaknya perubahan
tingkah laku. Teori behavioristik dengan model hubungan stimulus
responnya, mendudukkan orang yang belajar sebagai individu yang pasif.
Respon atau perilaku tertentu dengan menggunakan metode pelatihan atau
pembiasaan semata. Munculnya perilaku akan semakin kuat bila diberikan
penguatan dan akan menghilang bila dikenai hukuman.
Behaviorisme merupakan salah aliran psikologi yang memandang individu
hanya dari sisi fenomena jasmaniah, dan mengabaikan aspek – aspek
mental. Dengan kata lain, behaviorisme tidak mengakui adanya kecerdasan,
bakat, minat dan perasaan individu dalam suatu belajar. Peristiwa
belajar semata-mata melatih refleks-refleks sedemikian rupa sehingga
menjadi kebiasaan yang dikuasai individu. Dengan kata lain proses
pembelajaran menurut teori Behaviorisme adalah bahwa proses pembelajaran
lebih menekankan pada proses pemberian stimulus (rangsangan) dan
rutinitas respon yang dilakukan oleh siswa. Inti pembelajaran dalam
pandangan behaviorisme terletak pada stimulus respon (S-R).
Menurut teori behavioristik belajar adalah perubahan tingkah laku
sebagai hasil dari pengalaman (Gage, Berliner, 1984) Belajar merupakan
akibat adanya interaksi antara stimulus dan respon (Slavin, 2000).
Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika dia dapat menunjukkan
perubahan perilakunya. Menurut teori ini dalam belajar yang penting
adalah input yang berupa stimulus dan output yang berupa respon.
Stimulus adalah apa saja yang diberikan guru kepada siswa, sedangkan
respon berupa reaksi atau tanggapan siswa terhadap stimulus yang
diberikan oleh guru tersebut. Proses yang terjadi antara stimulus dan
respon tidak penting untuk diperhatikan karena tidak dapat diamati dan
tidak dapat diukur. Yang dapat diamati adalah stimulus dan respon, oleh
karena itu apa yang diberikan oleh guru (stimulus) dan apa yang diterima
oleh siswa (respon) harus dapat diamati dan diukur. Teori ini
mengutamakan pengukuran, sebab pengukuran merupakan suatu hal penting
untuk melihat terjadi atau tidaknya perubahan tingkah laku tersebut.
Tujuan pembelajaran menurut teori behavioristik ditekankan pada
penambahan pengetahuan, sedangkan belajar sebagi aktivitas “mimetic”,
yang menuntut pebelajar untuk mengungkapkan kembali pengetahuan yang
sudah dipelajari dalam bentuk laporan, kuis, atau tes. Penyajian isi
atau materi pelajaran menekankan pada ketrampian yang terisolasi atau
akumulasi fakta mengikuti urutan dari bagian ke keseluruhan.
Pembelajaran mengikuti urutan kurikulum secara ketat, sehingga aktivitas
belajar lebih banyak didasarkan pada buku teks/buku wajib dengan
penekanan pada ketrampilan mengungkapkan kembali isi buku teks/buku
wajib tersebut. Pembelajaran dan evaluasi menekankan pada hasil belajar.
Evaluasi menekankan pada respon pasif, ketrampilan secara terpisah,
dan biasanya menggunakan paper and pencil test. Evaluasi hasil belajar
menuntut jawaban yang benar. Maksudnya bila siswa menjawab secara
“benar” sesuai dengan keinginan guru, hal ini menunjukkan bahwa siswa
telah menyelesaikan tugas belajarnya. Evaluasi belajar dipandang sebagi
bagian yang terpisah dari kegiatan pembelajaran, dan biasanya dilakukan
setelah selesai kegiatan pembelajaran. Teori ini menekankan evaluasi
pada kemampuan siswa secara individual (Degeng, 2006).
Prinsip-Prinsip dalam Teori Behavioristik
a) Obyek psikologi adalah tingkah laku.
b) Semua bentuk tingkah laku di kembalikan pada reflek.
c) Mementingkan pembentukan kebiasaan.
d) Perilaku nyata dan terukur memiliki makna tersendiri.
e) Aspek mental dari kesadaran yang tidak memiliki bentuk fisik harus dihindari.
Tokoh-Tokoh Aliran Behaviorisme
a) Edward LeeThorndike
Menurutnya belajar merupakan proses interaksi antara stimulus dan
respon. Stimulus adalah apa yang merangsang terjadinya kegiatan belajar
seperti pikiran, perasaan atau hal-hal lain yang dapat ditangkap melalui
alat indera. Respon adalah reaksi yang dimunculkan peserta didik ketika
belajar, juga dapat berupa pikiran, perasaan, gerakan atau tindakan.
teori ini sering disebut teori koneksionisme.
Connectionism ( S-R Bond) adalah hukum belajar yang
dihasilkan oleh Thorndike yang melakukan eksperimen yang terhadap kucing
menghasilkan hukum-hukum belajar, diantaranya:
1) Law of Effect; artinya bahwa jika sebuah respons
menghasilkan efek yang memuaskan, maka hubungan Stimulus – Respons akan
semakin kuat. Sebaliknya, semakin tidak memuaskan efek yang dicapai
respons, maka semakin lemah pula hubungan yang terjadi antara Stimulus-
Respons.
2) Law of Readiness; artinya bahwa kesiapan mengacu pada
asumsi bahwa kepuasan organisme itu berasal dari pendayagunaan satuan
pengantar (conduction unit), dimana unit-unit ini menimbulkan
kecenderungan yang mendorong organisme untuk berbuat atau tidak berbuat
sesuatu.
3) Law of Exercise; artinya bahwa hubungan antara
Stimulus dengan Respons akan semakin bertambah erat, jika sering dilatih
dan akan semakin berkurang apabila jarang atau tidak dilatih.
b) John Watson
Kajian tentang belajar disejajarkan dengan ilmu-ilmu lain seperti
Fisika atau Biologi yang berorientasi pada pengalaman empirik semata,
yaitu sejauh mana dapat diamati dan diukur. Belajar merupakan proses
interaksi antara stimulus dan respon, namun keduanya harus dapat diamati
dan diukur.
c) Clark L. Hull
Semua fungsi tingkah laku bermanfaat terutama untuk menjaga agar
organisme tetap bertahan hidup. Dorongan belajar (stimulus) dianggap
sebagai sebuah kebutuhan biologis agar organisme mampu bertahan hidup.
d) Edwin Guthrie
Azas belajar Guthrie yang utama adalah hukum kontiguiti. Yaitu
gabungan stimulus-stimulus yang disertai suatu gerakan. Hukuman
(punishment) memegang peranan penting dalam proses belajar. Hukuman yang
diberikan pada saat yang tepat akan mampu mengubah tingkah laku
seseorang.
e) Burrhus Frederic Skinner
Konsep-konsep yang dikemukanan tentang belajar lebih mengungguli
konsep para tokoh sebelumnya. Respon yang diterima seseorang tidak
sesederhana konsep yang dikemukakan tokoh sebelumnya, karena
stimulus-stimulus yang diberikan akan saling berinteraksi dan interaksi
antar stimulus itu akan mempengaruhi respon yang dihasilkan. Respon yang
diberikan ini memiliki konsekuensi-konsekuensi. Konsekuensi-konsekuensi
inilah yang nantinya mempengaruhi munculnya perilaku.
Operant Conditioningadalah hukum belajar yang dihasilkan oleh B.F. Skinner yang melakukan eksperimen yang terhadap tikus menghasilkan hukum-hukum belajar, diantaranya:
1) Law of operant conditining yaitu jika timbulnya perilaku diiringi dengan stimulus penguat, maka kekuatan perilaku tersebut akan meningkat.
2) Law of operant extinction yaitu jika timbulnya
perilaku operant telah diperkuat melalui proses conditioning itu tidak
diiringi stimulus penguat, maka kekuatan perilaku tersebut akan menurun
bahkan musnah.
Reber (Muhibin Syah, 2003) menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan operant
adalah sejumlah perilaku yang membawa efek yang sama terhadap
lingkungan. Respons dalam operant conditioning terjadi tanpa didahului
oleh stimulus, melainkan oleh efek yang ditimbulkan oleh reinforcer. Reinforcer
itu sendiri pada dasarnya adalah stimulus yang meningkatkan kemungkinan
timbulnya sejumlah respons tertentu, namun tidak sengaja diadakan
sebagai pasangan stimulus lainnya seperti dalam classical conditioning.
Kelemahan Teori Behavioristik
a) Hanya mengakui adanya stimulus dan respon yang dapat diamati
b) Kurang memberikan ruang gerak yang bebas bagi pebelajar untuk
berkreasi, bereksperimentasi dan mengembangkan kemampuannya sendiri
c) Pebelajar berfikir linier, konvergen, tidak kreatif dan tidak produktif
d) Pebelajar atau orang yang belajar harus dihadapkan pada aturan-aturan yang jelas dan ditetapkan terlebih dulu secara ketat
e) Kontrol belajar harus dipegang oleh sistem yang berada di luar diri pebelajar
Kelebihan Teori Behavioristik
Sesuai untuk perolehan kemampuan yang membutuhkan praktik dan
pembiasaan yang mengandung unsur-unsur seperti kecepatan, spontanitas,
kelenturan, reflex.
IMPLIKASI TEORI BELAJAR TERHADAP EVALUASI PENDIDIKAN
Teori Behaviorisme
Implikasi teori ini dalam pembelajaran tergantung tujuan
pembelajaran, sifat materi pelajaran, karakteristik pebelajar, media dan
fasilitas pembelajaran yang tersedia.Teori ini sangat sesuai untuk
pengetahuan yang bersifat obyektif, pasti, tetap, tidak berubah. Dalam
hal ini pengetahuan telah terstruktur dengan rapi, sehingga belajar
adalah perolehan pengetahuan, sedangkan mengajar adalah memindahkan
pengetahuan (transfer of knowledge) ke orang yang belajar atau pebelajar
Menurut teori behaviorisme apa saja yang diberikan guru (stimulus)
dan apa saja yang dihasilkan siswa (respons) semua harus bisa diamati,
diukur, dan tidak boleh hanya implisit (tersirat). Faktor lain yang juga
penting adalah faktor penguat (reinforcement). Penguat adalah apa saja
yang dapat memperkuat timbulnya respons. Bila penguatan ditambah
(positive reinforcement) maka respons akan semakin kuat. Begitu juga
bila penguatan dikurangi (negative reinforcement) responspun akan tetap
dikuatkan.. Misalnya bila seorang anak bertambah giat belajar apabila
uang sakunya ditambah maka penambahan uang saku ini disebut sebagai
positive reinforcement. Sebaliknya jika uang saku anak itu dikurangi dan
pengurangan ini membuat ia makin giat belajar, maka pengurangan ini
disebut negative reinforcement.
Konsep evaluasi pendidikan sudah sangat jelas dalam teori ini yaitu
melalui pengukuran, pengamatan. Sebab seseorang dikatakan belajar bila
telah mengalami perubahan perilaku. Akan tetapi perlu diketahui bahwa
tidak semua hasil belajar bisa diamati dan diukur, paling tidak dalam
tempo seketika. Semua aspek materi juga tidak bisa diukur dengan teori
ini. Evaluasi dilakukan untuk menilai hasil akhir dari penggunaan teori
ini yaitu perubahan perilaku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar